Tauhid menurut bahasa adalah meng-Esakan. Sedangkan menurut
syariat adalah
meyakini keesaan Allah. Adapun yang disebut ilmu tauhid adalah ilmu yang
membicarakan tentang akidah atau kepercayaan kepada Allah dengan didasarkan
pada dalil-dalil yang benar. Tidak
ada yang menyamainya dan tak ada padanan bagi-Nya. Mustahil ada yang mampu
menyamai-Nya. Dalilnya dari firman-firman Allah, di samping dalil-dalil aqliyah
:
“Dia
adalah Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu
sendiri pasangan-pasangan, dan dari jenis binatang ternak pasangan-pasangan
pula, dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu. Tidak ada sesuatu
yang serupa dengan Dia, dan Dialah yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat”.
(QS
42:11)
Seluruh alam
semesta ini diciptakan oleh Allah, dan tidak ada pelaku yang bertindak sendiri
dan merdeka sepenuhnya selain Allah.
Di bawah ini
akan dibahas macam-macam tauhid, diantaranya Tauhid Rububiyah, Tauhid Uluhiyah,
dan Tauhid Asma’ Wa Sifat.
1.
Tauhid
Rububiyah.
Tauhid
Rububiyah yaitu mengesakan Allah dalam segala perbuatan-Nya, dengan meyakini
bahwa Dia sendiri yang menciptakan segenap makhluk-Nya. Dan alam semesta ini
diatur oleh Mudabbir (Pengelola), Pengendali Tunggal, Tak disekutui oleh siapa
dan apapun dalam pengelolaan-Nya. Allah menciptakan semua makhluk-Nya di atas
fitrah pengakuan terhadap rububiyah-Nya. Bahkan orang-orang musrik yang
menyekutukan Allah dalam ibadahnya juga mengakui keesaan rububiyah-Nya. Jadi
jenis tauhid ini diakui semua orang. Bahkan hati manusia sudah difitrahkan
untuk mengakui-Nya, melebihi fitrah pengakuan terhadap yang lainnya. Adapun
orang yang paling dikenal pengingkarannya adalah Fir’aun. Namun demikian di
hatinya masih tetap meyakini-Nya.
Alam semesta dan
fitrahnya tunduk dan patuh kepada Allah. Sesungguhnya alam semesta ini (langit,
bumu, planet, bintang, hewan, pepohonan, daratan, lautan, malaikat, serta
manusia) seluruhnya tunduk dan patuh akan kekuasaan Allah. Tidak satupun
makhluk yang mengingkari-Nya. Semua menjalankan tugas dan perannya
masing-masing, serta berjalan menurut aturan yang sangat sempurna. Penciptanya
sama sekali tidak mempunyai sifat kurang, lemah, dan cacat. Tidak satupun dari
makhluk ini yang keluar dari kehendak, takdir, dan qadha’-Nya. Tidak ada daya
dan upaya kecuali atas izin Allah. Dia adalah Pencipta dan Penguasa alam, semua
adalah milik-Nya. Semua adalah ciptaan-Nya, diatur, diciptakan, diberi fitrah,
membutuhkan, dan dikendalikan-Nya.
Allah Ta’ala berfirman
“Segala
puji bagi Allah, Rabb semesta alam” (Q.S.
Al-Fatihah : 1)
Dan
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam bersabda, “Engkau adalah Rabb di langit dan
di bumi” (Mutafaqqun ‘Alaih)
Tauhid
Rububiyah mengharuskan adanya Tauhid Uluhiyah. Hal ini berarti siapa yang
mengakui tauhid rububiyah untuk Allah, dengan mengimani tidak ada pencipta,
pemberi rizki, dan pengatur alam kecuali Allah, maka ia harus mengakui bahwa
tidak ada yang berhak menerima ibadah dengan segala macamnya kecuali Allah. Dan
itulah yang disebut Tauhid Uluhiyah. Jadi tauhid rububiyah adalah bukti
wajibnya tauhid uluhiyah. Jalan fitri untuk menetapkan tauhid uluhiyah adalah
berdasarkan tauhid rububiyah. Maka tauhid rububiyah adalah pintu gerbang dari
tauhid uluhiyah.
2.
Tauhid
Uluhiyah.
Tauhid Uluhiyah
yaitu ibadah. Tauhid Uluhiyah adalah mengesakan Allah dengan perbuatan para
hamba berdasarkan niat taqarrub yang disyariatkan seperti doa, nadzar, kurban,
raja’ (pengharapan), takut, tawakal, raghbah (senang), rahbah (takut), dan
inabah (kembali atau taubat). Dan jenis tauhid ini adalah inti dakwah para
rasul. Disebut demikian, karena tauhid uluhiyah adalah sifat Allah yang
ditunjukkan oleh nama-Nya, “Allah” yang artinya dzul uluhiyah (yang memiliki
uluhiyah), dan juga karena tauhid uluhiyah merupakan pondasi dan asas tempat
dibangunnya seluruh amal. Juga disebut sebagai tauhid ibadah karena ubudiyah
adalah sifat ‘abd (makhluknya) yang wajib menyembah Allah secara ikhlas, karena
ketergantungan mereka kepada-Nya.
Allah Ta’ala berfirman
“Dan
Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa, tidak
ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang” (Q.S. Al-Baqarah : 163)
Dan Nabi Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Maka hendaklah apa yang kamu
dakwahkan kepada mereka pertama kali adalah syahadat bahwa tiada Tuhan yang
berhak diibadahi kecuali Allah” (Mutafaqqun ‘Alaih). Dalam riwayat Imam Bukhari,“Sampai
mereka mentauhidkan Allah”.
Manusia
ditentukan oleh tingkatan din. Din sendiri berarti ketaatan. Di bawah ini
adalah tingkatan din :
·
Islam
Islam menurut bahasa
adalah masuk dalam kedamaian. Sedangkan menurut syara’, Islam berarti pasrah
kepada Allah, bertauhid dan tunduk kepada-Nya,
taat, dan membebaskan diri dari syirik dan pengikutnya.
·
Iman
Iman menurut bahasa
berarti membenarkan disertai percaya dan amanah. Sedangkan menurut syara’, iman
berarti pernyataan dengan lisan, keyakinan dalam hati, dan perbuatan dengan
anggota badan.
·
Ihsan
Ihsan menurut bahasa
berarti kebaikan, yakni segala sesuatu yang menyenangkan dan terpuji. Sedangkan
menurut syara’ adalah sebagaimana yang dijelaskan oleh baginda Nabi yang
artinya “Engkau menyembah Allah seolah-olah engkau melihat-Nya. Jika engkau
tidak bias melihay-Nya maka sesungguhnya Dia melihatmu”. Syaikh Ibnu Taimiyah
berkata “Ihsan itu mengandung kesempurnaan ikhlas kepada Allah dan perbuatan
baik yang dicintai oleh Allah”.
Rasulullah
menjadikan din itu adalah Islam, Iman, dan Ihsan. Maka jelaslah bahwa din itu
bertingkat, dan sebagian tingkatannya lebih tinggi dari yang lainnya. Tingkatan
yang pertama adalah Islam, tingkatan yang kedua adalah Iman, dan tingkatan yang
paling tinggi adalah Ihsan.
3. Tauhid
Asma’ Wa Sifat.
Tauhid Asma’ Wa
Sifat yaitu beriman kepada nama-nama Allah dan sifat-sifat-Nya, sebagaimana
yang diterangkan dalam Al Qur’an dan Sunah Rasul-Nya. Maka barang siapa yang
mengingkari nama-nama-Nya dan sifat-sifat-Nya atau menamai Allah dan
menyifati-Nya dengan nama-nama dan sifat-sifat makhluk-Nya atau menakwilkan
dari maknanya yang benar, maka dia telah berbicara tentang Allah tanpa ilmu dan
berdusta terhadap Allah dan Rasulnya.
Allah Ta’ala berfirman
“Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat” (Q.S. Asy-Syuura :
11)
Dan
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam bersabda, “Allah tabaraka wa ta’ala turun ke
langit dunia pada setiap malam” (Mutafaqqun ‘Alaih). Di sini turunnya Allah tidak sama
dengan turunnya makhluk-Nya, namun turunnya Allah sesuai dengan kebesaran dan
keagungan dzat Allah.
Sifat-sifat
Allah dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
·
Sifat Dzatiyah
Sifat Dzatiyah yaitu
sifat yang senantiasa melekat dengan-Nya. Sifat ini berpisah dengan dzat-Nya.
Seperti berilmu, kuasa atau mampu, mendengar, bijaksana, melihat, dll.
·
Sifat Fi’liyah
Sifat Fi’liyah adalah
sifat yang Dia perbuat jika berkehendak. Seperti bersemayam di atas ‘Arasy,
turun ke langit dunia ketika tinggal sepertiga akhir malam, dan dating pada
Hari Kiamat.
Tauhid
asma’ wa sifat ini juga berpengaruh dalam bermuamalah dengan Allah. Di bawah
ini contoh-contohnya :
·
Jika seseorang mengetahui asma’ dan
sifat-Nya, juga mengetahui arti dan maksudnya secara benar maka yang demikian
itu akan memperkenalkannya dengan Rabbnya beserta keagungan-Nya. Sehingga ia
tunduk, patuh, dan khusyu’ kepada-Nya, takut dan mengharapkan-Nya, serta
bertawassul kepada-Nya.
·
Jika ia mengetahui jika Rabbnya sangat
dahsyat azab-Nya maka hal itu akan membuatnya merasa diawasi Allah, takut, dan
menjauhi maksiat terhadap-Nya.
·
Jika ia mengetahui bahwa Allah Maha
Pengampun, Penyayang, dan Bijaksana maka hal itu akan membawanya kepada taubat
dan istighfar, juga membuatnya bersangka baik kepada Rabbnya dan tidak akan
berputus asa dari rahmat-Nya.
·
Manusia akan mencari apa yang ada di
sisi-Nya dan akan berbuat baik kepada sesamanya.